Rovel Rinaldi, SHI., M.H
Rabu, 24 Januari 2019
Tulisan ini di latarbelakangi oleh ungkapan ‘barangsiapa
yang tidak punya guru (syaikh), maka gurunya adalah setan’. Ungkapan ini
menjadi kebanggan bagi mereka yang belajar secara tradisional yang tidak mengakui
institusi pendidikan modern mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi
yang memiliki banyak guru/dosen dan menggunakan media Belajar
dari buku, kaset/rekaman, internet, atau sumber-sumber lain sesuai perkembangan
zaman. Dari ungkapan di atas penulis mencoba
mencari sumber ungkapan tersebut apakah dari Al-quran atau hadis Shoheh,
ternyata ungkapan itu bukanlah Hadis Soheh sebagaimana ungkapan Asy-Syaikh Ibnu
Baaz rahimahullah.
Bahwa :
أمَّا
قولُهم: "مَن
لا شيخَ
له؛ فشيخُه
الشيطان"؛
فهذا باطل،
ما له
أصل، وليس
بحديث. وليس
لك أن
تتَّبع طرق
الشيخ إذا
كان مخالفاً
للشرع، بل
عليك أن
تتبع الرَّسول
-صلَّى الله
عليه وسلَّم-
وأصحابَه -رضي
الله عنهم
وأرضاهم- ومَن
تَبِعهم بإحسان،
في صلاتك،
وفي دعائك،
وفي سائر
أحوالك. يقول
الله -جلَّ
وعلا-: {لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ
فِي رَسُولِ
اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ}[الأحزاب:
21]. ويقول -سبحانه
وتعالى-: {وَالسَّابِقُونَ
الأَوَّلُونَ مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ
وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ
اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ
رَّضِيَ اللّهُ
عَنْهُمْ وَرَضُواْ
عَنْهُ..} الآية
[التوبة: 100]. فأنت
عليك أن
تتبعهم بإحسان
باتِّباع الشَّرع
الذي جاء
به النَّبيُّ
-صلى الله
عليه وسلَّم-
والتَّأسِّي بهم
في ذلك
وعدم البدعة
التي أحدثها
الصوفية وغير
الصوفية. والله
المستعان
“Adapun
perkataan mereka (yaitu Shuufiyyah – Abul-Jauzaa’) : ‘barangsiapa
yang tidak punya guru (syaikh), maka gurunya adalah setan’; maka perkataan
ini adalah bathil. Tidak ada asalnya. Bukan pula hadits. Tidak boleh bagimu
untuk mengikuti jalan seorang syaikh apabila ia menyelisihi syari’at. Bahkan
wajib bagimu untuk mengikuti Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam, para
shahabatnya radliyallaahu ‘anhum, dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik dalam shalatmu, doamu, dan seluruh keadaanmu. Allah ‘azza wa
jalla berfirman : ‘Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu’ (QS. Al-Ahzaab : 21). Allah subhaanahu wa
ta’ala juga berfirman : ‘Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik’ (QS. At-Taubah : 100). Maka
wajib bagimu untuk mengikuti mereka dengan baik, dengan mengikuti syari’at yang
dibawa oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam; serta mencontoh mereka
dalam hal tersebut. Juga wajib bagimu untuk tidak berbuat bid’ah yang
diada-adakan oleh Shuufiyyah dan non-Shuufiyyah. Wallaahul-musta’aan”
[selesai]. Pernyataan ini dapat di lihat dalam fatwa Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah.
Namun
penulis belajar yang paling baik adalah dengan
berguru kepada seseorang (baik ulama, ustadz, atau orang yang berilmu lain).
Para ulama dulu bahkan mencela orang-orang yang tidak keluar mencari ilmu dan
mendatangi para ulama. Belajar dari guru lebih praktis dan lebih terhindar dari
kekeliruan.
Namun jika kemudian dimutlakkan bahwa orang
yang tidak punya guru, maka gurunya adalah setan - sebagaimana perkataan ini
beredar di kalangan shuufiy - ini juga tidak betul. Perkataan ini sebenarnya
lebih dilatarbelakangi agar orang memegang dan menyandarkan ilmu pada
orang-orang tertentu dan berfanatik kepadanya. Bukan dilatarbelakangi oleh
dorongan dan anjuran untuk menuntut ilmu.
Menuntut ilmu melalui perantaraan kitab itu
tidaklah mutlak mesti keliru out put-nya. Meskipun tetap harus kita katakan,
belajar kitab pada ulama/ustadz/ahli ilmu lebih baik daripada belajar
secara otodidak. Yang jadi tolok ukur kebenaran tetaplah kesesuaian terhadap
kebenaran itu sendiri (yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah 'alaa fahmis-salaf).
Betapa banyak orang yang berguru namun
ternyata malah sesat ?. Apakah kita pikir Bisyr Al-Maarisiy itu tidak punya
guru ?. Apakah kita pikir Al-Khomeiniy itu tidak punya guru ?. Apakah kita
pikir Ulil Abshar itu tidak punya guru ?. Betapa banyak pula orang yang
berbangga dengan sanad, namun ilmu dan amal mereka ternyata menyelisihi sunnah
?. Hanya mengingatkan, punya silsilah sanad guru itu tidaklah jaminan bahwa
ilmu yang didapat itu benar. Dalam ilmu sanad, bukankah kita mengenal rantai
periwayatan lemah atau bahkan palsu, karena ternyata perawinya ada yang
pendusta, pembuat bid'ah, dan lemah.
Surat Al-Baqarah/2 : 30-33
بِسْمِ
اللَّهِ
الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ
لِلْمَلاَئِكَةِ
إِنِّي جَاعِلُُ
فِي الأَرْضِ
خَلِيفَةً
قَالُوا
أَتَجْعَلُ
فِيهَا مَن
يُفْسِدُ
فِيهَا وَيَسْفِكُ
الدِّمَآءَ
وَنَحْنُ
نُسَبِّحُ
بِحَمْدِكَ
وَنُقَدِّسُ
لَكَ قَالَ
إِنِّي أَعْلَمُ
مَا لاَ
تَعْلَمُونَ
{30} وَعَلَّمَ
ءَادَمَ
الأَسْمَآءَ
كُلَّهَا
ثُمَّ عَرَضَهُمْ
عَلَى الْمَلاَئِكَةِ
فَقَالَ
أَنبِئُونِي
بِأَسْمَآءِ
هَؤُلآءِ
إِن كُنتُم
صَادِقِينَ
{31} قَالُوا
سُبْحَانَكَ
لاَ عِلْمَ
لَنَآ إِلاَّ
مَا عَلَّمْتَنَا
إِنَّكَ
أَنتَ الْعَلِيمُ
الْحَكِيمُ
{32} قَالَ يَآءَادَمُ
أَنبِئْهُم
بِأَسْمَآئِهِمْ
فَلَمَّآ
أَنبَأَهُمْ
بِأَسْمَآئِهِمْ
قَالَ أَلَمْ
أَقُل لَّكُمْ
إِنِّي أَعْلَمُ
غَيْبَ السَّمَاوَاتِ
وَالأَرْضِ
وَأَعْلَمُ
مَا تُبْدُونَ
وَمَا كُنتُمْ
تَكْتُمُونَ
{33}
Artinya :
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.” Mereka
berkata : “Apakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu siapa yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Allah berfirman : “Sesungguhnya
Aku me-ngetahui apa yang tidak Engkau ketahui.” Dia mengajar kepada Adam
nama-nama seluruhnya, kemudian memaparkannya kepada para malaikat, lalu
berfirman : “Sebutkanlah kepadaKu nama-nama benda itu, jika kamu ‘orang-orang’
yang benar.” Mereka berkata : “Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui
selain dari apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Allah berfirman : “Hai Adam, beritahukanlah
kepada mereka nama-nama benda ini !” Maka setelah diberitahukannya kepada
mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman : “Bukankah sudah Aku katakan
kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan
mengetahui apa yang kamu lahirkan dan kamu sembunyikan?”
Dalam masalah pengangkatan Adam a.s. sebagai
khalifah di bumi ini terkandung suatu makna yang tinggi dari hikmah Ilahi yang
tak diketahui oleh para malaikat menjadi khalifah dan penghuni bumi ini,
niscaya mereka tidak akan dapat mengetahui rahasia-rahasia alam ini, serta ciri
khas yang ada pada masing-masing makhluk, sebab para malaikat itu sangat
berbeda keadaannya dengan manusia. mereka tidak mempunyai kebutuhan apa-apa,
seperti sanding pangan dan harta benda. Maka seandainya merekalah yang
dijadikan penghuni dan penguasa di bumi ini, niscaya tak akan ada sawah dan
ladang, tak akan ada pabrik dan tambang-tambang, tak akan ada gedung-gedung
yang tinggi menjulang, tak akan ada musik dan seni. Juga tidak akan lahir
bermacam-macam ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang telah dicapai umat
manusia sampai sekarang ini yang hampir tak terhitung jumlahnya.
Pengangkatan manusia menjadi khalifah, berarti
pengangkatan Adam a.s. dan keturunannya menjadi khalifah terhadap
makhluk-makhluk lainnya di bumi ini karena keistimewaan yang telah dikaruniakan
Allah swt. kepada mereka yang tidak diberikan kepada makhluk-makhluk-Nya yang
lain, seperti kekuatan akal yang memungkinkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya
guna menyelidiki dan memanfaatkan isi alam di bumi ini, seperti kesanggupan
mengatur alam menurut ketentuan-ketentuan Allah.
Dengan kekuatan akalnya itu, manusia dapat
memiliki pengetahuan dan kemampuan yang hampir tak terbatas, serta dapat
melakukan hal-hal yang hampir tak terhitung jumlahnya. Dengan kekuatan itu,
manusia dapat menemukan hal-hal yang baru yang belum ada sebelumnya. Dia dapat
mengolah tanah yang gersang menjadi tanah yang subur. Dan dengan bahan bahan
yang telah tersedia di bumi ini manusia dapat membuat variasi-variasi baru yang
belum pernah ada. Dikawinkannya kuda dengan keledai, maka lahirlah hewan jenis
baru yang belum pernah ada sebelumnya, yaitu hewan yang disebut
"bagal". Dengan mengawinkan atau menyilangkan tumbuh-tumbuhan yang
berbunga putih dengan yang berbunga merah, maka lahirlah tumbuh-tumbuhan jenis
baru, yang berbunga merah putih. Diolahnya logam menjadi barang-barang
perhiasan yang beraneka ragam dan alat-alat keperluan hidupnya sehari-hari.
Diolahnya bermacam -macam tumbuh-tumbuhan menjadi bahan pakaian dan makanan
mereka. Dan pada zaman sekarang ini dapat disaksikan berjuta-juta macam benda
hasil penemuan manusia, baik yang kecil maupun yang besar, sebagai hasil
kekuatan akalnya.
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/05/barangsiapa-yang-tidak-punya-guru-maka.html