Selasa, 23 Oktober 2018

Lambang HTI No dan Bendera Tauhid Yes



Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai ormas telah dinyatakan dibubarkan dan tak boleh lagi beraktivitas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI. Apalagi Gugatan HTI yang menggugat Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 pada pengadilan tingkat pertama dan banding Tata Usaha Negara telah ditolak berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 211/G/2017/PTUN-JKT, tanggal 7 Mei 2018 dan Putusan PT TUN Jakarta nomor 196 B/2018/PT.TUN.JKT tanggal 19 September 2018.





Namun walaupun sudah dibubarkan terjadinya kasus pembakaran bendera Tauhid oleh oknum Banser  Garut, Jawa Barat akibat kesalahfahaman, cukup menjadi pelajaran. Lambang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berbeda dengan Bendera Tauhid. Berdasarkan keterangan Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Soedarmo menyatakan, di dalam bendera HTI, terdapat tulisan 'Hizbut Tahrir Indonesia' di bawah kalimat tauhid. Sedangkan bendera tauhid biasa berupa bendera yang berisi tulisan kalimat tauhid. Yang di kutip dalam link https://news.detik.com/berita/4269213/ini-beda-bendera-hti-dengan-bendera-berkalimat-tauhid.

Dan juga disebutkan dalam AD/ART HTI BAB IX pasal 26 tentang lambang, yakni disebutkan : “Perkumpulan ini berlambang “bendera laa ilaha ilallah Muhammadur Rasulullah” di atas dasar warna hitam dan atau putih, di bawahnya bertuliskan “HIZBUT TAHRIR INDONESIA”. Yang dapat di lihat dalam link https://mediaumat.news/framing-bendera-hti-oleh-media/.




Sedangkan bendera Tauhid yakni Bendera yang berwarna hitam dengan  lafadz tauhid
لا اله الا الله محمد رسول الله disebut dengan Ar Royyah, sedangkan bendera yang berwarna putih yang juga ada lafadz tauhid لا اله الا الله محمد رسول الله disebut al liwa’.

Hal ini sejalan dengan apa yang pernah disampaikan oleh Ibnu ‘Abbas ra, yang berkata:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِصلعم- كَانَتْ رَايَتُهُ سَوْدَاءَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضَ
“Rayahnya (panji peperangan) Rasul saw berwarna hitam, sedangkan benderanya (liwa-nya) berwarna putih.” (HR at-Tirmidzi, Ibn Majjah, at-Thabrani)

Ibnu Abbas ra juga menyatakan:
«كَانَتْ رَايَةُ رَسُولِ اللَّهِ سَوْدَاءَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضُ، مَكْتُوبٌ عَلَيْهِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ»
“Panji (râyah) Rasulullah saw. berwarna hitam dan benderanya (liwâ’) berwarna putih; tertulis padanya: Lâ ilâha illalLâh Muhammad RasûlulLâh.” (HR ath-Thabrani).


Walaupun kualitas hadist berbeda ada Muhadistin berpendapat shahih, hasan atau dhoif namun secara materi panji Rasulullah itu ada. Jadi Lambang/Bendera HTI berbeda dengan Bendera Tauhid, kita tidak boleh alergi dan phobia terhadap bendera tauhid. Namun dalam konteks bernegara tidak perlu bendera tauhid di bawa-bawa, Tauhid cukup dalam hati dan perbuatan karena dalam politik kita telah menyatu menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Islam telah menyifati Bangsa Indonesia. Umat Islam Indonesia memiliki saham terbesar di bangsa Indonesia. ( Jambi, 24 Oktober 2018 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar