Sistem Monarki atau Kerajaan dalam
Hukum Islam dan Adat
Marga Bunga Mayang Sungkai
( Rovel Rinaldi, S.H.I., M.H
Gelar Suntan Syarif Marga
Tiyuh Adat Negara Ratu Liba Marga Bunga Mayang
Sungkai )
Tulisan
Artikel ini penulis tulis untuk membuka khasanah
pemikiran khususnya yang berhubungan dengan Adat Masyarakat Adat Marga Bunga
Mayang Sungkai yang penulis kira masih sangat banyak yang belum tergali dan
masih sangat banyak karya ilmiah baik itu Skripsi, Tesis, Desertasi, jurnal
yang dapat lahir dari Tata Titi Adat Masyarakat Adat Marga Bunga Mayang Sungkai
dan harapannya para generasi muda, calon sarjana, sarjana, akademisi, praktisi
bisa menggali khasanah-khasanah tersebut. Kali ini penulis menggangkat sistem
monarki atau kerajaan dalam Hukum Islam dan Adat Marga Bunga Mayang Sungkai dan
masih perlu di lanjutkan dalam bentuk penelitian baik itu Skripsi, Tesis atau
Desertasi.
Dalam buku panduan Masyarakat
Adat Marga Bunga Mayang Sungkai Bab XIV Pasal 74 di sebutkan Adat Pepadun Marga
Bunga Mayang Sungkai berlandaskan Agama. Agama Islam berlandaskan Al-Quran dan
Hadis Nabi Muhammad SAW.
Kepemimpinan adat Marga Bunga
Mayang Sungkai di pimpin oleh Penyimbang, Dalam Bab V Pasal 23 di sebutkan
Penyimbang. Penyimbang adalah seorang
pemimpin keluarga yang telah memiliki pepadun lengkap sarana
pemakainnya. Dia adalah anak laki-laki tertua dari satu keturunan bapak.
Bertanggungjawab terhadap nama baik dan harga diri keluarganya. Penyimbang
memiliki tingkatnya, ada Penyimbang Pepadun, Penyimbang Suku, Penyimbang Tiyuh
dan Penyimbang Marga.
Sistem Kerajaan ini terasa
dalam tata titi kehidupan masyarakat adat walaupun secara Administrasi dan
kekuasaan politik telah melebur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penyimbang yang memiliki wilayah administrasi terkecil yakni Penyimbang Pepadun
yakni pemimpin keluarga yang telah memiliki pepadun lengkap sarana pemakainnya.
Dan juga dapat di lihat dalam pemakaian Adok yang mengacu pada tingkatan dan
jenjang kedudukan seseorang di dalam Pepadunnya. Sistem kerajaan ini tidak
terlepas dari sejarah suku Lampung bergabung dengan Kesultanan Banten. Ciri
yang sangat terasa yakni Pengangkatan Penyimbang sebagai pemimpin berdasarkan
hak waris atau secara turun menurun dan Penyimbang menjabat seumur hidup.
Sistem monarki atau kerajaan
adalah sistem pemerintahan tertua yang pernah ada dan masih digunakan oleh
sebagian masyarakat dunia hingga saat ini. Sejarah mencatat bahwa sistem
ini diterapkan manusia sejak 3000 tahun yang lalu dan telah berkembang dan
diakui oleh berbagai bangsa dan negara di berbagai belahan dunia. Tak
terkecuali juga di bumi Nusantara.
Penguasa monarki menjadi
Penguasa sepanjang hayatnya dan selanjutnya di gantikan oleh putra mahkotanya.
Dalam Islam, sistem ini konon
mulai diperkenalkan oleh Muawiyah, pendiri Daulah Bani
Umayyah yang
saat pelantikan putranya sebagai penggantinya pernah berkata, “Aku bukanlah
seorang khalifah tetapi aku adalah raja pertama dari raja-raja Islam. Dan
kalian akan mendapati raja-raja lain sepeninggalku.”
Data sejarah yang menunjukkan
bahwa Rasulullah saw sendiri konon pernah mengakui sistem monarki dalam
surat-surat yang beliau tulis untuk para pemimpin dan para raja terkemuka pada
zamannya. Sebagai bukti, setidaknya sebagaimana terdapat dalam isi surat untuk
dua orang Raja Oman berikut ini:
Surat Rasulullah saw untuk
Jaifar dan Abdu Ibni Al-Julandi
Bismillahir Rahmanir Rahim
Dari Muhammad Hamba Allah dan
Rasul-Nya kepada Jaifar dan Abdu Ibni Al-Julandi,
Salam bagi orang yang mengikuti
petunjuk,
“Aku mengajak kamu dengan dakwah Islam, anutlah
agama Islam maka kalian akan selamat. Sesungguhnya aku adalah Rasul Allah
kepada seluruh umat manusia untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang
hidup agar pasti ketetapan terhadap orang kafir. Ketika kamu berdua memeluk
Islam, aku akan mengatur kalian sebagai penguasa. Jika tidak maka kekuasaan
kamu akan lenyap. Pasukan berkudaku akan menguasai negerimu dan kenabianku akan
mengalahkan kekuasaanmu.”
Surat Rasulullah saw untuk
Hauzah bin Ali Al Hanafi
Bismillahir Rahmanir Rahim,
Dari Muhammad Rasulullah kepada
Hauzah bin Ali
Salam bagi orang yang mengikuti
petunjuk,
“Ketahuilah bahwa agamaku akan sampai ke ujung
tempat kaki unta dan kuda berpijak. Anutilah agama Islam, maka kamu akan
selamat dan sesuatu
yang ada di tangan kamu akan tetap menjadi milikmu.”
Menurut Al Waqidi, “Ketika
Hauzah menerima surat Rasulullah, bersamanya ada seorang tokoh Nasrani asal
Damaskus yang bertanya kepadanya tentang isi surat tersebut. Hauzah menjawab;
‘Muhammad mengajak aku untuk memeluk agama Islam, namun aku tidak memberikan
jawabannya.’ Tokoh agama itu lalu bertanya; ‘Mengapa tak kamu jawab?’ ‘Aku
menyayangi agamaku dan aku tidak ingin kehilangan pengikut dari kaumku karena
mengikuti ajakan Muhammad.’ Tokoh agama itu berkata; ‘ Demi Allah, sikap yang paling
tepat dan terbaik bagimu adalah memenuhi seruannya untuk memeluk Islam. Maka
kamu akan tetap menjadi penguasa.’”
Belum lagi jika dilihat dari
kisah para Rasul terdahulu pun, dapat diketahui bahwa mereka juga pernah
menerapkan dan mengamalkan sistem monarki, di antaranya Nabi Daud dan Nabi
Sulaiman.
Maka dari itu, sebagian ulama
Syafi’i dan Hanafi berpendapat bahwa syariat para nabi sebelum Nabi Muhammad
saw tetap sah diberlakukan kecuali ada nash yang menghapuskan syariat
tersebut. Artinya, karena sistem monarki adalah syariat yang pernah
diamalkan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, maka hal itu tetap bisa diamalkan umat
Islam pada masa sekarang, kecuali terbukti ada nash mutawatir yang memang
melarangnya.
Dengan analogi tersebut, tak
heran jika jumhur ulama Ahlusunnah pun berpendapat bahwa sistem monarki
berwujud Institusi Kerajaan adalah sah secara syariat.
Dari tulisan diatas dapat di
simpulkan bahwa sistem monarki atau kerajaan dalam Hukum Adat Marga Bunga
Mayang Sungkai tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Sumber
:
1.
https://islamindonesia.id/berita/opini-bagaimana-posisi-sistem-kerajaan-dalam-pandangan-islam.htm
2.
Buku Panduan Masyarakat Adat Marga
Bunga Mayang Sungkai
Mantaap yai blog artikelnya menarik
BalasHapus