Kamis, 10 Mei 2012

JIHAD ADALAH SYARI'AT


BAB IV
ANALISIS

  1. Analisis Jihad Menurut Pandangan Ulama’ Klasik dan Ulama’ Kontemporer
Ulama’ yang merupakan pewaris para Nabi dan  ahli agama serta senantiasa taat kepada Allah, yang selalu mengajarkan kepada segenap manusia berbagai pengertian tentang agamanya.  Tidak diragukan lagi bahwa jihad dalam arti berperang di jalan Allah merupakan kewajiban. Sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah SAW di dalam sabdanya “ Pokok urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncak tertinggi adalah Jihad “. ( HR. Ahmad, At Tirmidzi, Ibnu Majah )[1]
Sejarah telah mencatat dengan tinta emas berbagai macam jihad dan pertempuran yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya dalam memerangi orang-orang kafir. Secara literal, jihad adalah ungkapan tentang pengerahan seluruh " kemampuan ", sedangkan menurut pengertian syari’at, jihad bermakna pengerahan seluruh kemampuan dan tenaga dalam berperang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta, lisan.

 Allah SWT juga menyebutkan di dalam Al Qur’an tentang keutamaan-keutamaan Al Jihad di banyak ayat-Nya, di antaranya :

* ¨bÎ) ©!$# 3uŽtIô©$# šÆÏB šúüÏZÏB÷sßJø9$# óOßg|¡àÿRr& Nçlm;ºuqøBr&ur  cr'Î/ ÞOßgs9 sp¨Yyfø9$# 4 šcqè=ÏG»s)ムÎû È@Î6y «!$# tbqè=çGø)uŠsù šcqè=tFø)ãƒur ( #´ôãur Ïmøn=tã $y)ym Îû Ïp1uöq­G9$# È@ÅgUM}$#ur Éb#uäöà)ø9$#ur 4 ô`tBur 4nû÷rr& ¾ÍnÏôgyèÎ/ šÆÏB «!$# 4 (#rçŽÅ³ö6tFó$$sù ãNä3Ïèøu;Î/ Ï%©!$# Läê÷ètƒ$t/ ¾ÏmÎ/ 4 šÏ9ºsŒur uqèd ãöqxÿø9$# ÞOŠÏàyèø9$# ÇÊÊÊÈ

Artinya :   Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang Telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar “ ( QS. At-Taubah : 111 ).

Mayoritas ulama’ fiqh sepakat jihad diwajibkan dalam Islam. Hukum wajib dalam jihad pun ada yang fardhu kifayah dan fardhu ain. Mengenai fardhu ain dalam jihad tidak ada perselisihan , yaitu jihad perlawanan ( defensif ). Dengan kata lain, jihad untuk mengusir penjajah serta membebaskan negeri dan penduduk Islam dari penjajah.akan tetapi, yang menjadi perselisihan adalah jihad dalam bentuk fardhu kifayah, yaitu jihad yang disebut oleh ahli fiqh sebagai fiqh penyerangan ( ofensif ). Sebagai mana pendapat  Imam Abu  Hanifah bahwa hukum jihad adalah wajib sampai hari kiamat. Yakni jihad penyerangan dan melakukan penyerangan ke negeri-negeri musuh.[2] 
Sebagaimana juga di tambahkan oleh ulama’ Hanafiyah Al-Jashshash menyebutkan sebagaimana diketahui oleh seluruh umat Islam, apabila penduduk suatu negeri takut terhadap serangan musuh dan tidak memiliki kekuatan untuk melawan sehingga khawatir terhadap negeri, diri sendiri dan anak-anak mereka, maka seluruh umat wajib menghadang musuh agar tidak memusuhi umat Islam.[3]   Imam Abu Bakar Al-Razi ( Al-Jashshash ) menjelaskan hal tersebut bahwa jihad adalah sunah bukan wajib.    Ulama’ Syafi’i menerangkan jihad dalam arti fardhu kifayah pun bisa terealisasi dengan cara pemimpin dan para wakilnya masuk ke negeri musuh dengan membawa pasukan untuk melakukan peperangan. Ini berarti bahwa untuk merealisasikan fardhu kifayah, umat Islam harus memiliki kekuatan tentara yang tangguh, ditakuti, memiliki senjata mutakhir, dilatih secara professional dan menyebar kekuatan disetiap tempat baik darat, mauupun laut. Setiap titik tidak boleh kosong dari kekuatan militer dan alat-alat untuk melakukan proteksi.dengan demikian, musuh akan takut dan tidak akan berfikir untuk menyerang umat Islam.
Ibnu Al-Qayyim berpendapat : Ketika datang ke Madinah, Nabi SAW berdamai dengan orang-orang Yahudi dan membiarkan agama mereka. Akan tetapi, ketika mereka memerangi beliau dan melanggar perjanjian yang sudah disepakati, beliau pun memerangi mereka. Hal yang sama terjadi ketika beliau berdamai dengan kaum Quraisy selama sepuluh tahun. Nabi SAW tidak pernah memulai memerangi mereka hingga mereka yang lebih dahulu memerangi beliau dan melanggar janji. Pada saat itulah Nabi SAW, memerangi mereka di negeri mereka. Padahal sebelumnya, mereka yang lebih dahulu memerangi beliau.[4] Jihad adalah fardhu ain, baik dilakukan denga hati, lisan, harta atau tangan. Setiap Muslim harus melakukan salah satu jenis jihad tersebut. Jihad dengan nyawa adalah fadhu kifayah. Adapun jihad dengan harta adalah wajib.
Menurut hemat penulis jihad menurut pandangan ulama' klasik memiliki makna yang luas tidak hanya berarti perang tetapi semua perbuatan seorang Muslim dalam menahan kesusahan atau kepayahan dalam meninggikan agama Allah dengan tingkatannya dan yang tertinggi yakni jihad dalam arti perang ( qital ).  Jihad merupakan kewajiban bagi seorang Muslim apakah nantinya fardhu ain ataupun kifayah.

Sedangkan jihad menurut ulama’ kontemporer yakni menurut  Muhammad Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar dan   Sayyid Quthub dalam Tafsir Fi Zhilal Qur’an makna jihad tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah : 218, Al-Maidah : 35, Al-Anfal : 72 dan At-Taubah : 16 dan 19.

  1. Q.S. Al-Baqarah : 218

¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä z`ƒÉ©9$#ur (#rãy_$yd (#rßyg»y_ur Îû È@Î6y «!$# y7Í´¯»s9'ré& tbqã_ötƒ |MyJômu «!$# 4 ª!$#ur Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇËÊÑÈ
.               Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ”

Ditinjau dari kategori periode turunnya al-Qur’an, ayat tersebut termasuk ayat Madaniyyah. Dari segi turunnya ayat, menurut Jarir dari Jundub bin Abdullah bahwa Rasullullah SAW mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Abdullah bin Jahsy. Mereka berpapasan dan bertempur dengan pasukan musuh yang dipimpin oleh al-Hadhrami, terbunuhlah kepala pasukan musuh. Pada waktu itu tidak jelas apakah bulan Rajab, Jumadil awal atau Jumadil akhir. Orang-orang Musyrik menghembuskan berita bahwa kaum Muslimin berperang di bulan haram. Kaum Muslimin di Madinah berkata : perang mereka dengan pasukan Ibnu al-Hadhrami mungkin tidak berdosa, tetapi juga tidak akan mendapat pahala. Maka Allah menurunkan ayat tersebut diatas. Menurut Muhammad Rasyid Ridha  dalam tafsir al-Manar, ayat tersebut menjelaskan imbalan orang beriman, berhijrah dan berjihad.[5] Lafal jihad, mujahadah berasal dari akar jahd, yakni al-masyaqah, ” jerih payah”,” usaha”,”kesukaran”. Tidak khusus berupa qital ( perang ).
      Orang Mukmin berhijrah dan berjihad untuk membela kebenaran, mencurahkan jerih payah menghadapi orang kafir. Mereka mengharap rahmat Allah dan kebaikan-Nya. Allah maha luas maghfirah-Nya bagi orang yang bertaubat, agung rahmat-Nya bagi orang yang berbuat kebajikan. Bagi mereka yang berhijrah dan berjihad, Allah pasti mengampuni, melimpahkan rahmat, keridhaan dan sebaik-baik  tempat kembali. Muhammad Rasyid Ridha menggaris bawahi makna jihad, dari akar kata jahd yang artinya ” jerih payah,”” kesukaran”. Jihad mencakup segala jerih payah dan usaha untuk membela kebenaran demi mengharapkan rahmad Allah dan kebaikan-Nya. Dalam rangkaian dengan perintah jihad, hijrah juga harus dilakukan kapan saja dan di mana saja mereka berada, jika keadaan menghendaki.
Sedangkan Sayyid Quthub dalam Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an menekankan arti jihad dalam ayat tersebut pada perang untuk mewujudkan kemenangan atau kesyahidan.[6]  Orang – orang yang terpuruk secara spiritual dan intelektual dari kalangan yang menulis tema jihad dalam Islam, untuk membentengi Islam dari tuduhan-tuduhan negatif, telah mencampuradukkan antara manhaj Islam yang mengingkari pemaksaan dalam berakidah, dan manhaj Islam dalam menghancurkan kekuatan politik dunia. Suatu kekuatan yang memisahkan antara manusia dan agama, memaksakan manusia untuk menghambakan diri kepada Allah.      
Ayat Jihad tersebut merupakan bagian dari rangkaian ayat tentang perang Uhud. Dalam Tafsir al- Manar, Muhammad Rasyid Ridha berpendapat jihad dalam ayat ini lebih umum maknanya daripada perang untuk mempertahankan agama, membela pemeluknya dan menegakan kalimat Allah. Ayat tersebut menyatakan bahwa orang beriman tidak akan masuk surga sebelum berjihad dijalan kebenaran. Lafal jihad dalam kitab dan sunah menurut tafsir ini digunakan dalam pengertian lughah, yakni menanggung kesulitan dalam menghadapi kekerasan, jihad an–nafs ( perjuangan menghadapi diri ) yang diriwayatkan dari kalangan salaf dengan sebutan jihad akbar, misalnya perjuangan seseorang menghadapi nafsu syahwatnya, perjuangan lain melawan kebathilan dan membela kebenaran.[7]
Dalam, menafsirkan ayat tersebut, sekalipun konteks jihad dalam ayat itu perang, namun Rasyid Ridha menekankan keumuman Jihad yang tidak hanya perang. Sedangkan Sayyid Quthub menerangkan bahwa jihad  di medan perang merupakan beban paling ringan yang membutuhkan kesabaran sabagai ujian keimanan. Jihad di medan perang adalah salah satu dan segala jihad yang harus dihadapi sepanjang hidup. Jalan kesurga tidak dapat dicapai dengan angan-angan dan ucapan lisan belaka.[8] Sayyid Quthub menggaris bawahi bahwa ” perang salah satu  jihad sepanjang hidup ”.
  1. Al-Maidah : 35

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#þqäótGö/$#ur Ïmøs9Î) s's#Åuqø9$# (#rßÎg»y_ur Îû ¾Ï&Î#Î6y öNà6¯=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ÇÌÎÈ

Artinya :  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan ”.

Muhammad Rasyid Ridha menyatakan bahwa perintah jihad di jalan Allah dalam ayat diatas maksudnya agar Mukmin berjuang menghadapi diri sendiri dengan mencegahnya dari dorongan hawa nafsu dan mendorongnya mengikuti jalan Allah dalam segala hal, berjuang menghadapi musuh-musuh Islam yang menentang dakwah dan petunjuknya untuk umat manusia.[9] Setiap usaha, jerih payah dan kesukaran yang ditanggung manusia dalam membela dan mempertahankan kebenaran, kebaikan, dan keutamaan atau dalam membela dan mempertahankan kebenaran, kebaikan da keutamaan atau dalam rangka memantabkan dan membawa manusia kearahnya dalam jihad fi sabilillah.
Setiap Mukmin harus waspada terhadap apa yang harus ditinggalkan dan mengusahakan segala yang harus dilakukan sebagai jalan mencapai ridha Allah dan pendekatan kepada-Nya, tabah menanggung kesulitan dan jerih payah di jalan-Nya dan mengharap keberuntungan dan kemenangan serta kebahagiaan dalam kehidupan di dunia dan akhirat.

Dalam menafsirkan ayat diatas Muhammad Rasyid Ridha secara eksplisit menyatakan bahwa Jihad yang dimaksud oleh ayat itu mencakup dua hal, yakni jihdun-nafs, berjuang menghadapi diri sendiri, dan jihad menghadapi musuh Islam yang menantang dakwah dan petunjuknya. Sedangkan Sayyid Quthub menulis, Allah SWT menanamkan rasa takwa di dalam hati nurani dan menolong orang-orang beriman mencari wasilah kepada Allah dan berjuang di jalan-Nya dengan mengharapkan keberhasilan.[10]  Pada diri Mukmin harus tertanam rasa takut kepada Allah yang menghentikan dari keburukan, dalam keadaan tak terlihat siapa pun dan tak terjangkau tangan hukum.
Sayyid Quthub menekankan jihad untuk menghentikan keburukan. Ayat tersebut menekankan dua bentuk jihad sekaligus, yakni jihadun-nafs untuk memperoleh ketakwaan dan jihad memerangi musuh agar memperoleh kemenangan.[11] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar